SELAMAT DATANG DI BLOGGER "SYAINULLAH WAHANA" SEMOGA BERMANFAAT ---(TERIMA KASIH)---

Sabtu, 21 Maret 2015

PENELITIAN ANEMON LAUT DI KEPULAUAN SPERMONDE SULAWESI SELATAN



BERAGAM JENIS ANEMON LAUT PADA EKOSISTEM TERUMBU KARANG  
SEBAGAI SUMBERDAYA POTENSIAL 
DI PERAIRAN KEPULAUAN SPERMONDE INDONESIA 

Oleh:
Syainullah Wahana, S.Pi. M.Si

Mahasiswa Jurusan Perikanan, Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar (http://pasca.unhas.ac.id/)

 




Pendahuluan 

Indonesia memiliki banyak potensi sumberdaya pesisir dan laut dibandingkan dengan Negara lain, karena wilayahnya yang mempunyai keanekaragaman tertinggi di dunia, menurut Supriharyono (2009) ekosistem sumberdaya perairan di wilayah pesisir diketahui sangat produktif. Salah satunya yaitu sumberdaya laut yang telah ada dan selalu dimanfaatkan sebagian masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil adalah anemon laut, karena merupakan salah satu komoditi perairan laut yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang sangat penting. 

Anemon laut merupakan salah satu kelompok biota air laut yang biasa ditemukan di daerah perairan laut tropis (http://id.wikipedia.org/wiki/Anemon_laut). Dunn (1981) menyatakan bahwa bangsa Actinaria telah ditemukan dan tersebar di perairan Indonesia sebanyak 10 jenis yang berdasarkan habitat dan kedalamannya. Secara umum biota tersebut biasa tersebar di sekitar ekosistem terumbu karang, daerah berpasir, dan ada pula yang tersebar di sekitar ekosistem padang lamun. Biota ini pula biasanya sangat disukai sebagai bahan makanan, terutama di luar negeri antara lain Prancis, Jepang, Korea, dan Kepulauan Pasifik Bagian Timur (Rifa’i, 2009). Nilai ekonomis penting lain dari anemon laut adalah dapat dijadikan sebagai hewan pelengkap pengisi akuarium air laut yang menyerupai bunga dan biasa di tempati oleh ikan Amphiprion untuk sebagai tempat tinggalnya. Menurut Allen (1974), anemon menjadi tempat hidup bersama bagi 26 jenis ikan hias  Amphiprion termasuk 1 jenis  Premas biaculeatus.   Anemon laut dan ikan Amphiprion akan hidup dan tumbuh dengan apabila hidup bersama-sama, tetapi apabila hidup sendiri-sendiri tanpa simbiosis mutualisme maka salah satu atau keduanya akan terganggu pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya (Allen 1975 dan Randall et.al., 1990).


Pengan, et.al. (2012) menyatakan bahwa sebagai suatu habitat, terumbu karang merupakan kawasan yang kompleks, dimana banyak dihuni oleh berbagai biota seperti colenterata (jenis-jenis karang batu, karang lunak, dan anemon), krustasea (udang-udangan dan kepiting), echonodermata (jenis-jenis lilia laut, bulu babi, ketimun laut), moluska, alga, sponges, dan berbagai jenis ikan (termasuk ikan anemon). Yasir et.al., (2010) menyatakan yaitu salah satu jenis ikan karang yang hidup di daerah terumbu karang adalah ikan-ikan dari familia Pomacentridae, subfamilia Amphiprioninae. Selanjutnya, menyatakan semua ikan dalam subfamilia Amphiprioninae hidup bersimbiosis dengan anemon laut (Dunn, 1981; Fautin, 1991) dalam hubungan simbiosis mutualisme (Fautin dan Allen, 1992) sehingga kelompok ikan ini juga dikenal sebagai ikan Anemon (Anemon fish). Nilai ekonomis penting dari Anemon laut adalah dapat dijadikan sebagai hewan pelengkap pengisi akuarium air laut yang menyerupai bunga dan biasa di tempati oleh ikan Amphiprion untuk sebagai tempat tinggalnya.  Menurut Allen (1974), Anemon menjadi tempat hidup bersama bagi 26 jenis ikan hias Amphiprion termasuk 1 jenis Premas biaculeatus.  Anemon laut dan ikan Amphiprion akan hidup dan tumbuh dengan apabila hidup bersama-sama, tetapi apabila hidup sendiri-sendiri tanpa simbiosis mutualisme maka salah satu atau keduanya akan terganggu pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya (Allen 1975; Randall et.al., 1990). Maka dari itu semua ikan anemon hidup bersimbiosis mutualisme dengan anemon tertentu (Allen, 1991 dalam Yasir et.al., 2010). Wahana (2011) dalam penelitiannya di pantai barat pulau Barrang Lompo Makassar telah menemukan anemon laut bersama ikan anemon simbionnya bukan saja hanya di kawasan terumbu karang namun juga ditemukan pada hamparan luas padang lamun perairan yang kaya akan produktifitas perairannya. Pemanfaatan sumberdaya non ikan seperti Anemon laut yang tidak dibarengi dengan upaya pengawasan dan pelestarian, serta adanya aktifitas yang mencemari laut oleh masyarakat sekitar menyebabkan adanya tekanan terhadap populasi dan habitat biota anemon laut di alam. Anemon laut merupakan potensi daerah yang bisa menjadi ikon wisata bahari di dalam suatu perairan dan salah satu sumberdaya perairan yang bisa meningkatkan usaha pendapatan ekonomi masyarakat. Pemerintah pusat saat ini kurang melirik atau memperhatikan potensi tersebut, belum sangat diperhatikan dan di kelolah secara maksimal oleh pemerintah daerah. Tulisan ini nantinya dapat berguna bagi peneliti-peneliti anemon laut selanjutnya sebagai informasi ilmiah.


Perairan Spermonde (Sulawesi Selatan, Indonesia).  Terdiri dari sekitar 150 pulau dan terletak di ujung barat daya Sulawesi di pusat keanekaragaman hayati laut, yang disebut '' Coral Triangle' (Hawis et.al., 2014). Selanjutnya menyatakan bahwa Kepulauan ini dipengaruhi oleh Indonesia Through Flow (ITF) yaitu aliran perairan yang saat ini sangat kuat, yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia. Berpotensi meningkatkan penyebaran organisme laut di Kepulauan Spermonde, meskipun interaksi antara proses oseanografi dan perilaku larva dapat memungkinkan larva untuk tinggal dekat dengan beberapa dari populasi mereka. Penduduk Indonesia, sekitar 50.000 orang tinggal di Kepulauan Spermonde dan sumberdaya terumbu karang merupakan bagian penting dari mata pencaharian mereka (Hawis et.al., 2014). Oleh karena itu, terumbu ini di bawah ancaman dari berbagai kegiatan antropogenik, termasuk praktek penangkapan ikan yang merusak habitat populasi organisme perairan di Kepulauan Spermonde. Kurangnya informasi mengenai berbagai sebaran keragaman jenis, maraknya ekploitasi jenis organisme untuk diperdagangkan, dan kondisi populasi organisme yang berada di habitat alami pada setiap zonasi perairan Kepulauan Spermonde khususnya biota anemon laut, kini lingkungannya makin tercemar dan rusak akibat kegiatan antropogenik.


Penelitian ilmiah mengenai analisis penyebaran organisme sangat penting untuk mengetahui tingkat pengelompokan dari individu yang dapat memberikan dampak terhadap populasi dari rata-rata per unit area dan menjelaskan faktor-faktor yang berperan dalam suatu kasus (Rani, 2014). Alasan ini untuk mengetahui pola-pola tersebut yang dapat membantu dalam mengambil keputusan tentang metode apa yang akan digunakan untuk mengestimasi kepadatan atau kelimpahan suatu populasi (Krebs, 1989). Di masa sekarang pemetaan dan model spasial dengan teknologi penginderaan jauh (Inderaja) semakin berkembang melalui kehadiran berbagai system satelit dengan berbagai misi dan teknologi sensor, untuk memperoleh informasi atau fenomena alam melalui analisis suatu data yang diperoleh dari hasil rekaman obyek, daerah atau fenomena yang sedang di kaji (Liffesand and Keifer, 1994; Zakariah, 2009; dalam Susiana, 2014).

Habitat mempunyai tiga peranan penting terhadap biota antara lain sebagai tempat hidup, tempat berkembang biak atau reproduksi, dan tempat pemasok sumber makanan. Peranan habitat sebagai tempat hidup ditentukan oleh sifat fisika-kimia perairan tersebut, dan sebagai perubahan yang terjadi pada sifat fisika – kimia air maupun sedimen akan mempengaruhi ekosistem. Kerusakan habitat dan populasi biota laut akibat aktifitas manusia maupun sebab-sebab lain, akan memberikan dampak yang cukup serius, Sifat manusia yang mempunyai aktifitas merusak dan mencemari lingkungan perairan tanpa memperhatikan kualitas lingkungan yang baik bagi biota yang berada di dalam ekosistem perairan mengakibatkan adanya kerusakan dan masukan limbah yang dapat menutupi lapisan substrat habitat anemon laut dimana dapat mengancam populasi dan habitat anemon laut tersebut. 
 
Permintaan ekspor anemon laut dan harga jual yang makin tinggi yang menggiurkan bagi pendapatan masyarakat nelayan maupun pengusaha ekspor anemon laut memungkinkan penangkapan anemon laut menjadi lebih tinggi lagi yang bisa mengakibatkan penurunan populasi di alam. Namun belum banyak informasi yang didapatkan mengenai penyebab penurunan populasi tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukannya studi analisis sebaran spasial dan keragaman jenis anemon laut, sehingga dapat menjadi dasar dalam strategi pengelolaan sumberdaya anemon laut. 

 
Deskripsi Anemon Laut

Anemon laut adalah salah satu biota hewan air laut yang berbentuk bunga, sehingga dapat dikatakan bahwa karang dan anemon laut adalah anggota taksonomi kelas yang sama yaitu kelas dari Anthozoa. Mereka juga merupakan salah satu jenis karang dari filum Cnidaria dan Coelentrata. Masuknya anemon laut di filum Cnidaria karena Nybakken (1992) mengemukakan bahwa hewan ini memiliki cnide atau nematocyst, sedangkan Coelenterata didasarkan adanya hollow gut yang ditemukan pada rongga tubuh dan berhubungan dengan stomatch, paru-paru, intestine, system sirkulasi, dan lain-lain. Perbedaan karang dan anemon di lihat dimana karang menghasilkan kerangka luar dari kalsium karbonat, sedangkan anemon tidak (Rifai, 2009). 

Selanjutnya menurut Simek (2006), secara umum anemon laut adalah polip yang merupakan hewan berkantung dan mempunyai tentakel serta mulut pada salah satu ujungnya dan pada ujung lain bagian bawahnya mempunya pedal disc yang secara khusus digunakan untuk melekat pada substrat dasar perairan. Anemon laut adalah polip yang di bawahnya memiliki kaki perekat, yang di sebut pedal disk. Menurut Fautin dan Allen (1997),  Anemon laut merupakan binatang invertebrata yaitu binatang yang tidak memiliki tulang belakang. Anemon laut merupakan salah satu filum yang di kenal dengan nama Cnidaria atau Coelenterata. Pada bagian atas rongga tubuh ditemukan mulut yang dapat dilalui air, makanan dan gamet. Mulut tersebut dikelilingi oleh tentakel yang dapat mengeluarkan nematocyst yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsanya. Tentakel ini selalu bergerak menangkap makanan dan setelah itu memasukkan ke dalam mulut. Selain itu digunakan sebagai pertahanan bagi pemangsanya.   Menurut Rifa’I (2009) Anemon laut memiliki berbagai bentuk ukuran dan warna.  Tubuhnya yaitu radial simetrik  dan  mempunyai tubuh columnar dengan satu lubang membuka berupa mulut yang di kelilingi oleh tentakel. Anemon laut secara umum biasanya memiliki ukuran diameter tubuh 1-4 inchi (2,5-10 cm), tetapi beberapa anemon ada juga yang dapat tumbuh mencapai diameter tubuh 6 kaki (1,8 m). 


Jenis-Jenis Anemon Laut di Indonesia
 
Anemon laut umumnya tersebar luas di perairan Indonesia, sama halnya dengan anggota anthozoa lainnya. Dunn (1981) menyatakan bahwa terdapat 10 jenis anemon laut yang tersebar di perairan Indonesia yang terdiri dari 5 genera yaitu Cryptodendrum, Entacmaea, Macrodactyla, Heteractis, dan Stichodactyla. Kesepuluh jenis ini adalah C. adaesivum, E. quadricolor, H.aurora, H. crispa, H. malu, H. magnifica, M. doreensis, S. gigantea, S.haddoni, dan S.mertensii.   Deskripsi dan habitat dari jenis Anemon laut  menurut Fautin dan Allen (1997) dan menurut (Dunn, 1981 dalam Hadi, 1992) Bangsa Actinaria yang terdapat di perairan Indonesia dengan habitat dan kedalamannya. (Sumber:www.osenografi.lipi.go.id) adalah sebagai berikut: 




















Jenis-Jenis Anemon Laut di Perairan Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan


Dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami ataupun buatan (man-made). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah: terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove, padang lamun (sea grass), pantai berpasir (sandy beach), formasi pes-caprea, formasi baringtonia, estuaria, laguna, dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa: tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industry, kawasan agroindustry dan kawasan pemukiman. Sumber daya di wilayah pesisir terdiri dari sumber daya alam yang dapat pulih dan sumber daya alam yang tidak dapat pulih, sumber daya yang dapat pulih pulih antara lain, meliputi: sumber daya perikanan (plankton, bentos, ikan, moluska, krustacea, mamalia laut, dan begitupun juga dengan anemon laut), rumput laut (seaweed), padang lamun, hutan mangrove, dan terumbu karang. Sedangkan sumber daya yang tidak dapat pulih, antara lain, mencangkup: minyak dan gas, biji besi, pasir, timah, bauksit, dan mineral serta bahan tambang lainnya (Dahuri et al., 2004)


Hubungan yang erat antara anemon dan ikan giru sering ditemukan di perairan kepulauan spemonde mereka saling mengakrabkan diri bersama, memperlihatkan kekompakan mereka berdua untuk hidup bersama. Di bawah laut, ikan giru selalu terdapat bersama dengan anemon. Tetapi sebaliknya tidak semua anemon dihuni oleh ikan giru, pengamatan Verwey di Teluk Jakarta menunjukkan bahwa anemon tanpa ikan giru hidupnya kurang baik dibandingkan dengan yang mempunyai ikan giru. Mereka akan memperlihatkan daya tahan yang lemah terhadap perubahan lingkungan, sehingga begitu erat hubungannya dengan anemon. Hingga meskipun anemon ini di angkat atau diambil, ikan giru tetap tidak akan melepaskan diri. Sifatnya yang demikian justru membuatnya lebih mudah ditangkap oleh manusia pemburu ikan hias (Nontji, 2005). Selanjutnya menjelaskan, bahwa setiap anemon biasanya dihuni oleh dua ekor ikan dari jenis yang sama (Jantan dan Betina). Pada Amphiprion percula dan Premnas biaculeatus terdapat perbedaan ukuran menurut kelamin, yang betina berukuran lebih besar. Pada semua ikan giru, berkembang naluri yang sangat kuat untuk menuntut dan mempertahankan wilayah teritorialnya. Ikan lain yang mencoba memasuki teritorialnya akan dihalau. Giru yang agak besar seperti Premnas biaculeatus dan Amphiprion ephippium malah tidak segan – segan menyerang manusia yang mencoba mendekati wilayah teritorialnya.

Wahana (2011) telah menemukan anemon laut di pantai barat Pulau Barrang Lompo pada ekosistem terumbu karang dan padang lamun, ada juga anemon yang ditemukan di perairan berpasir. Beberapa Jenis Anemon Laut yang telah ditemukan selama penelitian berlangsung 
(Wahana, 2015):

Stichodactyla haddoni

Stichodactyla haddoni adalah anemon laut yang sangat senang di daerah perairan yang tenang, sehingga anemon jenis ini sering ditemukan pada perairan yang tidak terlalu dipengaruhi oleh aktifitas arus dan gelombang perairan yang kuat. Mereka menghuni wilayah perairan arah Leeward, Di perairan kepulauan spermonde mereka sangat banyak ditemukan pada perairan yang berhabitat lamun - pasir. tetapi terkadang juga terlihat hidup di daerah karang mati berpasir pada kedalaman 3 m.
 
Stichodactyla gigantea

Stichodactyla gigantea merupakan jenis yang sangat banyak tersebar atau ditemukan di perairan kepulauan spermonde pada berbagai zonasi, baik di ekosistem terumbu karang, padang lamun, maupun di perairan berpasir. Berikut, Nontji (2005) menjelaskan bahwa anemon Stichodactyla gigantea terdapat di perairan berpasir yang dangkal (1 – 5 m), berukuran agak besar, diameternya 15 – 20 cm (bisa mencapai 50 cm), dan memiliki bentuk permukaan yang bergelombang dan disebutkan bahwa jenis tersebut merupakan jenis anemon pasir. Namun, Wahana (2011) dalam penelitiannya di Pulau Barrang Lompo Makassar telah menemukan jenis anemon laut ini pada ekosistem padang lamun dan terumbu karang. Jenis ini sering bersembunyi di lubang gua batu terumbu karang, mereka juga bersimbiosis dengan jenis ikan terumbu karang yang unik dan menarik, yaitu ikan Amphiprion percula (Pomacentridae). Pengkajian tentang hubungan antara ikan giru dan anemon ini sudah sejak lama dilakukan para ilmuwan, di Indonesia telah dilakukan antara lain Sluiter (1888) dan yang lebih terperinci lagi oleh Verwey (1930) yang melakukan pengematannya di Teluk Jakarta (Nontji, 2005).

Heteractis aurora

Heteractis aurora merupakan jenis anemon yang sering menarik perhatian para penyelam karena memiliki bentuk yang khas dan warna yang cerah. Di perairan kepulauan spermonde, jenis anemon ini membenamkan diri pada perairan berpasir yang juga ditemani oleh beberapa ikan kecil suku dari Pomacentridae. Selama penelitian berlangsung di perairan kepulauan spermonde, jenis anemon inilah yang hanya ditemukan di perairan berpasir, mereka agak jarang ditemukan di ekosistem lainnya. Jenis ini mungkin merupakan anemon yang paling sering difoto karena kehidupan yang menyendiri, memberikan warna dan bentuk di hamparan putihnya perairan pasir.  

Heteractis magnifica

Heteractis magnifica merupakan jenis anemon yang memiliki tentakel yang panjang berwarna kehijau-hijauan. Di perairan kepulauan spermonde, jenis anemon ini membenamkan diri pada perairan terumbu karang yang juga ditemani oleh beberapa ikan kecil suku dari Pomacentridae. Selama penelitian berlangsung di perairan kepulauan spermonde, jenis anemon inilah yang hanya ditemukan di ekosistem terumbu karang, mereka agak jarang ditemukan di ekosistem lainnya. Ukuran, biasanya yang sering ditemukan yaitu berdiameter 20 – 50 cm. Jenis ini mungkin merupakan anemon yang memiliki bentuk dan warna yang cemerlang, tidak suka bersembunyi dan tahan terhadap berbagai gangguan (Nontji, 2005)

Entacmaea quadricolor

Entacmaea quadricolor adalah jenis yang hanya sering di temukan pada ekosistem terumbu karang, belum pernah ditemukan pada ekosistem perairan lainnya.  Mereka hanya berasosiasi di terumbu karang, menempelkan pedal disknya di percabangan karang, lubang gua batu karang, dan substrat keras batu karang. Tidak seperti jenis ikan giru lainnya, giru bolong (Premnas biaculeatus) hidup hanya pada jenis anemon ini saja Entacmaea quadricolor, tidak pada anemon lainnya (Nontji, 2005). Selanjutnya menjelaskan bahwa anemon ini hidup di lubang atau di celah – celah karang batu, hingga hanya tentakelnya yang panjang saja yang terlihat memenuhi celah atau lubang tersebut, jenis ini sangat peka bila terganggu tiba – tiba maka menarik diri ke dalam lubang hingga tak terlihat. 


https://www.youtube.com/watch?v=AY9266jAPN8&t=289s