Selasa, 25 November 2014
Jumat, 30 Mei 2014
PEMBANGUNAN EKONOMI BIRU INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM
Oleh: Syainullah Wahana
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar
Informasi dari Data FAO (2008)
menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat keempat produsen perikanan
dunia setelah Cina, Peru, dan AS. Sayangnya, nilai ekonomis produksi perikanan
kita hanya menempati peringkat kesepuluh dunia. Kalah dibandingkan Vietnam dan
Thailand. Secara teknis keterbatasan infrastruktur, rendahnya aliran investasi,
kurangnya inovasi teknologi, lemahnya SDM, serta banyaknya pencurian ikan oleh
pihak asing menjadi faktor penghambat penyebabnya. Selain itu, kebijakan
ekonomi mikro yang tidak berpihak, gonjang-ganjing politik, lemahnya penegakan
hukum nasional, serta kelembagaan yang tidak kondusif bagi pembangunan
perikanan juga merupakan hambatan struktural. Selama kedua masalah ini belum
dapat dipecahkan, potensi perikanan yang ibarat “raksasa tidur” itu hanya
menjadi “harta karun” yang dimanfaatkan oleh masyarakat asing saja dan bukan dirasakan
oleh masyarakat Indonesia itu sendiri.
Sejarah kelautan dan perikanan selalu
ditandai oleh kecenderuangan prubahan produksi subsisten untuk keperluan
sendiri yang menjadi produksi untuk pasar. Tidak menutup kemungkinan bahwa
akibat struktur pasar yang timpang dan diskriminatif serta anjloknya harga di
pasar komoditi membuat nelayan berorientasi pasar bisa bernasib lebih buruk
ketimbang misalnya petani subsiten karena lebih bergantung pada kondisi alam.
Meski demikian, sebuah strategi pembangunan kelautan dan perikanan
berkelanjutan tidak berarti kembali ke perikanan berorientasi subsisten.
Yang seharusnya dilakukan adalah
memengaruhi proses di mana tiga dimensi masing-masing ketahanan pangan,
pengamanan pendapatan, dan pembangunan berkelanjutan yang dalam penerapannya
seringkali mempunyai tujuan yang saling bertentangan (zeil konflikte) agar bersinergi
satu dengan lainnya. Bagi sektor perikanan secara bertahap harus diadakan
optimalisasi penangkapan ikan sambil menjaga kelestarian laut. Artinya, selain
adanya peningkatan fishing effort (upaya penangkapan) dan intensitas
penangkapan (jumlah nelayan dan jumlah kapal ikan, termasuk pembangunan
galangan kapal ikan), harus pula dilakukan semacam pemetaan daerah mana saja
yang telah overfishing dan mana saja yang belum. Secara umum, yang menghadapi
kesulitan dalam pengamanan pangan adalah para nelayan. Ini juga disebabkan oleh
urban bias dalam kebijakan pemerintah yang lebih menguntungkan atau mengacu
pada kepentingan orang kota. Salah satu faktor penting dalam pembangunan
kelautan dan perikanan berkelanjutan berkaitan dengan terumbu karang dan
mangrove. Dimana, terumbu karang Indonesia yang luasnya 60.000 – 86.000
kilometer persegi adalah sama dengan luas seperdelapan luas terumbu karang
dunia. Bukti hasil penelitian 2001 oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan
mencatat setidaknya 70 persen terumbu karang di Indonesia dalam keadaan rusak
parah. Akibatnya, Indonesia menderita kerugian sekitar dua juta ton ikan per
tahun. Kerugian juga dirasakan oleh nelayan tradisional yang umumnya tidak
melaut melebihi 12 mil dari tepi pantai.
Suatu masalah yang miris juga terjadi
di kawasan pagar nusantara kita yaitu dimana, Indonesia memiliki Hutan Mangrove
yang sangat luas dan kini mungkin telah banyak ekosistemnya terdegradasi akibat
penebangan dan konversi lahan mangrove menjadi tambak-tambak intensif dimana dalam
waktu yang lama dipertanyakan produktifitas tambaknya. Bahkan hutan Mangrove di
anggap sarang nyamuk dan hanya berguna sebagai kayu bakar. Padahal, akar-akar
napas mangrove dapat menstabilkan pantai dengan menangkap berbagai bahan baik
dari darat maupun dari laut. Sehingga menjadi ekosistem yang sangat subur.
Pembangunan perikanan berkelanjutan
mensyaratkan pembalikan resep-resep standar selama ini, baik itu berupa
kebijakan modernisasi lewat program “Revolusi Biru” yang dicanangkan pemerintah
saat ini maupun usulan alternatif seperti cara berproduksi subsisten, kebijakan
swasembada pangan, serta kampanye antiekspor. Selain itu juga perlu
optimalisasi penyesuaian pada ekologi (lokal) serta persyaratan ekonomi dan
sosial. Dalam kaitannya dengan pengentasan kemiskinan di daerah pedesaan, yang
lebih penting adalah penghasilan yang diperoleh nelayan serta kestabilan dan distribusi
produknya dibandingkan apa jenis produk yang dihasilkan. Dikaitkan dengan
lemahnya ekonomi dan kehidupan rumah tangga nelayan, persiapan ke depan harus
mencakup upaya memberdayakan nelayan. Ada paradigma yang sengaja dibangun pada
masa lalu yang mengatakan, amat sulit bahkan tidak mungkin nelayan bebas
kemiskinan karena kulturnya tidak mendukung. Kenyataan di mancanegara menunjukkan
banyak contoh yang merupakan pembalikan paradigma tersebut. Tentu saja, dalam
kondisi saat ini dibutuhkan program pemihakan sehingga gap antara nelayan kecil
dan para bandar ikan serta pengusaha bisa diperkecil. Perikanan berkelanjutan
sangat bergantung pada pembangunan struktur perdesaan, terutama desa pesisir,
yang terintegrasi secara regional dan nasional. Dalam kaitan ini beberapa
bidang berikut berperan menentukan. Ada beberapa hal yang menentukan
keberhasilan pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Pertama, struktur
pemilikan dan penghasilan yang berperan dalam distribusian pendapatan. Kedua,
struktur kelembagaan yang mengemankan dan boleh pemerataan yang menguntungkan
nelayan tradisional bermodal kecil seperti pemasaran dan akses kredit,
konseling perikanan, dan peningkatan posisi tawar secara politis. Ketiga,
infrastruktur material dan sosial seperti pendidikan, kesehatan transportasi
dan komunikasi. Terakhir, perbaikan struktur ekonomi terutama dengan bidang
perikanan serta ketersediaan lapangan kerja di luar sektor perikanan. Sektor
kelautan tidak boleh hanya dipandang dari sudut hubungan antara nelayan dan laut,
tetapi dalam keterkaitan struktural pembangunan pedesaan yang tentu saja juga
tergantung pada perkembangan nasional maupun global (Hadar, 2013). Untuk itu, penghasilan nelayan harus
menjadi ukuran situasi ekonomi penduduk perdesaan. Selain itu, pemberlakuan
kebijakan perikanan berkelanjutan mensyaratkan transformasi sosio-kultural
berupa pengembangan kearifan lokal atau tradisional, pembaruan pemahaman
tentang pembangunan, serta penilaian baru tentang kondisi dan persyaratan
katahanan alam.
KONSEP EKONOMI BIRU UNTUK BANGSA INDONESIA
OLEH: SYAINULLAH WAHANA (P3300213416)
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin MakassarPENDAHULUAN
Latar Belakang
Informasi dari Data FAO (2008)
menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat keempat produsen perikanan
dunia setelah Cina, Peru, dan AS. Sayangnya, nilai ekonomis produksi perikanan
kita hanya menempati peringkat kesepuluh dunia. Kalah dibandingkan Vietnam dan
Thailand. Secara teknis keterbatasan infrastruktur, rendahnya aliran investasi,
kurangnya inovasi teknologi, lemahnya SDM, serta banyaknya pencurian ikan oleh
pihak asing menjadi faktor penghambat penyebabnya. Selain itu, kebijakan
ekonomi mikro yang tidak berpihak, gonjang-ganjing politik, lemahnya penegakan
hukum nasional, serta kelembagaan yang tidak kondusif bagi pembangunan
perikanan juga merupakan hambatan struktural. Selama kedua masalah ini belum
dapat dipecahkan, potensi perikanan yang ibarat “raksasa tidur” itu hanya
menjadi “harta karun” yang dimanfaatkan oleh masyarakat asing saja dan bukan dirasakan
oleh masyarakat Indonesia itu sendiri.
Sejarah kelautan dan perikanan selalu
ditandai oleh kecenderuangan prubahan produksi subsisten untuk keperluan
sendiri yang menjadi produksi untuk pasar. Tidak menutup kemungkinan bahwa
akibat struktur pasar yang timpang dan diskriminatif serta anjloknya harga di
pasar komoditi membuat nelayan berorientasi pasar bisa bernasib lebih buruk
ketimbang misalnya petani subsiten karena lebih bergantung pada kondisi alam.
Meski demikian, sebuah strategi pembangunan kelautan dan perikanan
berkelanjutan tidak berarti kembali ke perikanan berorientasi subsisten.
Yang seharusnya dilakukan adalah
memengaruhi proses di mana tiga dimensi masing-masing ketahanan pangan,
pengamanan pendapatan, dan pembangunan berkelanjutan yang dalam penerapannya
seringkali mempunyai tujuan yang saling bertentangan (zeil konflikte) agar bersinergi
satu dengan lainnya. Bagi sektor perikanan secara bertahap harus diadakan
optimalisasi penangkapan ikan sambil menjaga kelestarian laut. Artinya, selain
adanya peningkatan fishing effort (upaya penangkapan) dan intensitas
penangkapan (jumlah nelayan dan jumlah kapal ikan, termasuk pembangunan
galangan kapal ikan), harus pula dilakukan semacam pemetaan daerah mana saja
yang telah overfishing dan mana saja yang belum. Secara umum, yang menghadapi
kesulitan dalam pengamanan pangan adalah para nelayan. Ini juga disebabkan oleh
urban bias dalam kebijakan pemerintah yang lebih menguntungkan atau mengacu
pada kepentingan orang kota. Salah satu faktor penting dalam pembangunan
kelautan dan perikanan berkelanjutan berkaitan dengan terumbu karang dan
mangrove. Dimana, terumbu karang Indonesia yang luasnya 60.000 – 86.000
kilometer persegi adalah sama dengan luas seperdelapan luas terumbu karang
dunia. Bukti hasil penelitian 2001 oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan
mencatat setidaknya 70 persen terumbu karang di Indonesia dalam keadaan rusak
parah. Akibatnya, Indonesia menderita kerugian sekitar dua juta ton ikan per
tahun. Kerugian juga dirasakan oleh nelayan tradisional yang umumnya tidak
melaut melebihi 12 mil dari tepi pantai.
Suatu masalah yang miris juga terjadi
di kawasan pagar nusantara kita yaitu dimana, Indonesia memiliki Hutan Mangrove
yang sangat luas dan kini mungkin telah banyak ekosistemnya terdegradasi akibat
penebangan dan konversi lahan mangrove menjadi tambak-tambak intensif dimana dalam
waktu yang lama dipertanyakan produktifitas tambaknya. Bahkan hutan Mangrove di
anggap sarang nyamuk dan hanya berguna sebagai kayu bakar. Padahal, akar-akar
napas mangrove dapat menstabilkan pantai dengan menangkap berbagai bahan baik
dari darat maupun dari laut. Sehingga menjadi ekosistem yang sangat subur.
Melihat Visi Pembangunan Kelautan dan
Perikanan Indonesia
Suatu sistem pembangunan kelautan dan
perikanan yang dapat memanfaatkan sumberdaya ikan beserta ekosistem perairannya
untuk kesejahteraan bangsa, terutama nelayan dan petani ikan secara
berkelanjutan.
INDONESIA MEMILIKI
SUMBERDAYA PERIKANAN YANG MELIMPAH DAN BELUM BANYAK DIKETAHUI OLEH MASYARAKAT
PADA UMUM
Pembangunan perikanan berkelanjutan
mensyaratkan pembalikan resep-resep standar selama ini, baik itu berupa
kebijakan modernisasi lewat program “Revolusi Biru” yang dicanangkan pemerintah
saat ini maupun usulan alternatif seperti cara berproduksi subsisten, kebijakan
swasembada pangan, serta kampanye antiekspor. Selain itu juga perlu
optimalisasi penyesuaian pada ekologi (lokal) serta persyaratan ekonomi dan
sosial. Dalam kaitannya dengan pengentasan kemiskinan di daerah pedesaan, yang
lebih penting adalah penghasilan yang diperoleh nelayan serta kestabilan dan distribusi
produknya dibandingkan apa jenis produk yang dihasilkan. Dikaitkan dengan
lemahnya ekonomi dan kehidupan rumah tangga nelayan, persiapan ke depan harus
mencakup upaya memberdayakan nelayan. Ada paradigma yang sengaja dibangun pada
masa lalu yang mengatakan, amat sulit bahkan tidak mungkin nelayan bebas
kemiskinan karena kulturnya tidak mendukung.
Kenyataan di mancanegara menunjukkan
banyak contoh yang merupakan pembalikan paradigma tersebut. Tentu saja, dalam
kondisi saat ini dibutuhkan program pemihakan sehingga gap antara nelayan kecil
dan para bandar ikan serta pengusaha bisa diperkecil. Perikanan berkelanjutan
sangat bergantung pada pembangunan struktur perdesaan, terutama desa pesisir,
yang terintegrasi secara regional dan nasional. Dalam kaitan ini beberapa
bidang berikut berperan menentukan.
Ada beberapa hal yang menentukan
keberhasilan pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Pertama, struktur
pemilikan dan penghasilan yang berperan dalam distribusian pendapatan. Kedua,
struktur kelembagaan yang mengemankan dan boleh pemerataan yang menguntungkan
nelayan tradisional bermodal kecil seperti pemasaran dan akses kredit,
konseling perikanan, dan peningkatan posisi tawar secara politis. Ketiga,
infrastruktur material dan sosial seperti pendidikan, kesehatan transportasi
dan komunikasi. Terakhir, perbaikan struktur ekonomi terutama dengan bidang
perikanan serta ketersediaan lapangan kerja di luar sektor perikanan. Sektor
kelautan tidak boleh hanya dipandang dari sudut hubungan antara nelayan dan laut,
tetapi dalam keterkaitan struktural pembangunan pedesaan yang tentu saja juga
tergantung pada perkembangan nasional maupun global (Hadar, 2013)
Untuk itu, penghasilan nelayan harus
menjadi ukuran situasi ekonomi penduduk perdesaan. Selain itu, pemberlakuan
kebijakan perikanan berkelanjutan mensyaratkan transformasi sosio-kultural
berupa pengembangan kearifan lokal atau tradisional, pembaruan pemahaman
tentang pembangunan, serta penilaian baru tentang kondisi dan persyaratan
katahanan alam.
ENAM AGENDA BESAR MEMBANGUN KELAUTAN DAN PERIKANAN
(Dahuri, 2013)
Basis Orientasi Pembangunan Kelautan
dan Perikanan
Potret pembangunan kelautan Indonesia
pada masa lalu menunjukkan bahwa kegiatan di sektor kelautan dan perikanan
didominasi oleh kegiatan-kegiatan yang bersifat ekstraktif, seperti penangkapan
ikan, penambangan bahan tambang dan mineral, penebangan dan konversi hutan
mangrove, dan aktivitas kepelabuhanan dan perhubungan laut yang kurang atau
tidak mengindahkan aspek kelestarian lingkungan.
Penjelasan di atas akibat dalam
pengelolaan pembangunan kelautan sangat di warnai oleh rezim yang bersifat (1)
open acces (siapa saja, kapan saja, di mana saja, dan berapa saja boleh
mengeksploitasi sumber daya alam kelautan), (2) sentralistik (top-down), dan
(3) penyeragaman – kurang atau tidak memperhatikan keragamman biofisik alam dan
sosiokultural masyarakat lokal (daerah).
Lebih dari itu, kurangnya kesadaran yang sinergis antara pelaku
pembangunan kelautan besar dan komersial (sector modern) dengan kelompok usaha
kecil dan subsistem (sektor tradisional) yang jumlahnya jauh lebih besar.
Sering kali hubungan antara pelaku sendiri justru cenderung saling mematikan. Format pembangunan kelautan dan
perikanan yang selama ini tidak kondusif bagi pemanfaatan sumber daya kelautan
dan perikanan perlu mengalami perbaikan. Tujuannya agar pembangunan kelautan
dan perikanan dapat menjadi tulang punggung (prime mover) pembangunan nasional,
dalam rangka mengantarkan bangsa keluar dari krisis ekonomi berkepanjangan. Untuk mengimplementasi gagasan ini,
ada enam agenda besar yang menjadi prasyarat keharusan (necessary conditions).
Pertama, penegakan hukum dan kedaulatan nyata di laut. Kedua, penerapan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, dalam pengelolaan pembangunan kelautan.
Ketiga, penataan ruang dan prioritas pembangunan di wilayah pesisir dan laut.
Keempat, perumusan agenda kebijakan pembangunan industri dan jasa kelautan.
Kelima, pengembangan sumber daya kelautan nono konvensional. Keenam,
pengembangan SDM dan IPTEKS Kelautan.
Penegakan
Hukum Di Laut
Kegiatan penegakan hukum dan
kedaulatan di laut harus mengangkut penegakan hukum yang tegas dan tidak
diskriminatif terhadap berbagai pelanggaran yang terjadi, pelaksanaan tata
laksana niaga kelautan (code of conduct) yang bertanggung jawab, dan
upaya-upaya untuk memperkuat serta mempertegas perlindungan hukum terkait
kerusakan lingkungan. Kedaulatan nyata di laut harus diwujudkan dalam keamanan
dan kenyamanan di laut. Ini memerlukan penyediaan berbagai armada angkatan laut
(TNI-AL) yang kuat.
Pembangunan
Berkelanjutan
Penerapan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan perlu menggunakan strategi dan pelaksanaan pembangunan berbasis
kelautan yang mencangkup keberlanjutan ekonomi, ekologis, dan sosial. Secara ekonomis,
pembangunan kelautan berkelanjutan adalah kemampuan untuk menghasilkan barang
dan jasa secara berkesinambungan, memelihara pemerintahan dan hutang luar
negeri pada tingkatan yang terkendali, serta menghindarkan ketidakseimbangan
yang ekstrem antar sektor yang dapat mengakibatkan kehancuran produksi sektor
primer, sekunder, atau tersier. Sedangkan, secara ekologis berarti
basis(ketersediaan stok) sumber daya alamnya dapat dipelihara secara stabil,
tidak terjadi exploitasi berlebihan terhadap sumber daya yang dapat
diperbaharui, tidak terjadi pembuangn limbah melampui kapasitas akumulasi
lingkungan yang dapat mengakibatkan kondisi tercemar. Pemanfaatan sumber daya
tidak dapat diperbahrui tetapi harus dibarengi dengan upaya pengembangan bahan
substitusinya secar memadai. Secara social keberlanjutan bisa
disebut apabila kebituhan dasar(pangan, sandang, perumaham, kesehatan, dan
pendididkan) seluruh pendududknya terpenuhi. Juga terjadi distribusi pendapatan
dan ksempatan berusha secara adil, ada kesetaraan gender, serta terdapt
akuntabilitas dan partisipasi politik.
Penataan
Ruang dan Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir dan Lautan
Lingkungan laut Indonesia juga
diciran oleh keragaman fisik yng besar. Oleh karena itu membangun bidang
kelautan Indonesia tidak mungkin dilakukan secara seragam untuk setiap wilayah
laut dan pulau. Dengan kata lain, harus ada semacam
perwilayahan pembangunan sesuai dengan kondisi fisik alam, potensi pembangunan
( sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan) yang tersedia, dan kondisi sosio
cultural masyarakatnya. Selain itu, sehubungan dengan banyaknya sector
pembangunan ( seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, industry engolahan
produk perikanan, kehuatanan, pariwisata bahari, pertambangan dan energy,
pehubungan, dan industry maritime) yang terdapat diwilayah pesisir dan lautan
maka dipelukan priorotas pembanguna banunan secara sinergis sesuai dengan
dimensi waktu
Kebijakan
dan Pengembangan Program Pembangunan industry dan Jasa Kelautan
Terdapat 8 jenis industry dan jasa
kelautan utama yang dapat dikembangkan untuk mendukung mendukung pembangunan
ekonomi secara berkelanjutan menuju indonesia yang makmur, mandiri, dan
berkeadilan. Kedelapan jenis industry itu meliputi: perikanan, bioteknologi,
pariwisata bahari, pertambangan dan energy, transportasi/perhubungan laut,
industry maritime dan bangunan kelautan, pulau-pulau kecil, serta benda- benda
berharga.
Pengembangan Sumberdaya
Kelautan Nonkonvensional
Dimasa mendatang, pengelolaan
sumberdaya elautan harus diarahkan pada pengembangan kemampuan untuk
mendyagunakan sumber daya kelautan nonkonvensional yang relevan. Pengelolaan
tersebut meliputi pengembangan peraiaran laut dalam dan laut lepas. Kedua
peraiaran tersebut perlu dimanfaatkan untuk sumber bahan panga, budidaya laut,
bahan-bahan alami, dan penggunaan lain. Disamping itu, perlu juga pengembangan
sumberdaya minerl, baik diwilayah pesisir laut nusantara, laut territorial,
ZEE, maupun dilaut lepas. Yang tak kalah menariknya adalah
pengembangan sumber daya energi yang berasal dari dinamika kelautan. Kita juga
perlu mengembangkan sistem informasi kelautan untuk menghasilkan informasi
akurat dan terbaru yang dibutuhkan pelaku pembangunan kelautan.
Pengembangan
SDM dan IPTEKS Kelautan
Kunci keberhasilan pebangunan di bidang
kelautan ke depan tidak terlepas dari faktor kualitas SDM dan kemampuannya
dalam menguasai IPTEK. Pengalaman empiris selama ini telah membuktikan,
kemajuan, dan kesejahteraan suatu bangsa yang sangat ditentukan oleh penguasaan
IPTEK bangsa yang bersangkutan. Eksekutor penentu kesuksesan pembangunan
kelautan melalui penguasaan IPTEK bisa diperankan oleh tiga kelompok pelaku
birokrasi, pelaku kegiatan ekonomi, dan kelompok peneliti.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan dari tugas makala ekonomi sumberdaya perikanan ini adalah:
1.
Pembangunan
Kelautan dan Perikanan berkelanjutan harus mensyaratkan suatu kebijakan
modernisasi lewat program “Revolusi Biru” yang sudah lama dicanangkan oleh
pemerintah saat ini maupun usulan alternatif seperti cara berproduksi
subsisten, kebijakan swasembada pangan, serta kampanye antiekpor. Selain itu
perlu optimalisasi penyesuaian pada ekologi (lokal) serta persyaratan ekonomi
dan sosial.
2.
Keenam
agenda besar ini dapat diwujudkan bila terdapat formulasi kebijakan yang
bersifat operasional untuk merevitalisasi sektor berbasis SDA, khususnya sumber
daya kelautan dan perikanan. Formulasi tersebut dapat dilakukan melalui enam
kebijakan secara terpadu.
SARAN
Pemerintah kini dalam membangun sumberdaya
alam Indonesia dan manusianya harus melirik sumberdaya kelautan dan perikanan
sebagai sektor yang kini diperioritaskan dalam mensejahterakan masyarakatnya dan
kemajuan pembangunan dengan arah keberlanjutan sumberdaya yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Hadar, IA. 2013.Indonesia, Raksasa Tidur Perikanan. BaKTI News. November-Desember
2013. Makassar.
Dahuri, R. 2013. Masa Depan Indonesia Kelaut Saja, Jika Ingin Berjaya, Masa depan
Indonesia Ada Di Laut dan Jika Tak Mengurus dengan Benar masa depan Indonesia
Bisa jadi Tenggelem. Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)