SILVOFISHERY
BUDIDAYA BERDASARKAN PRINSIP KESEIMBANGAN DAN BERKELANJUTAN
Oleh: Syainullah Wahana, S.Pi
Posting Date: 28 Oktober 2013
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Kementerian Kelautan dan
Perikanan saat ini tengah serius mewujudkan prinsip Blue Economy dalam pengelolaan suumberdaya
kelautan dan perikanan. Prinsip utama dari blue
economy tersebut diantaranya adalah : 1) kepedulian terhadap
lingkungan (pro-enviroment)
karena memastikan bahwa pengelolaannya bersifat zero waste; 2) menjamin keberlanjutan (sustainable); 3) menjamin
adanya social inclusiveness;
4) terciptanya pengembangan inovasi bisnis yang beragam ( multiple cash flow).
Ditengah perjuangan mencapai visi pembangunan
kelautan dan perikanan yang berdaya saing dan berkelanjutan untuk kesejahteraan
masyarakat, perlu adanya konsep pembangunan perikanan di bidang budidaya yang
sejalan dengan prinsip blue economy.
Silvofishery merupakan konsep budidaya yang sejalan dengan prinsip keseimbangan
yang dicanangkan pemerintah melalui paradigma ekonomi biru. Konsep ini juga
merupakan bentuk budidaya perikanan berkelanjutan dengan input yang rendah,
dengan pendekatan terintegrasi sehingga dalam pemanfaatan sumberdaya mangrove
dapat tetap mempertahankan keutuhan dan kelestarian kawasan mangrove itu
sendiri. Silvofishery adalah salah
satu konsep dan aplikasi dalam pengelolaan sumberdaya pesisir yang
mengintegrasikan konservasi mangrove dengan budidaya air payau.
PEMBAHASAN
Peraturan
Perundang-undangan
Bebebarapa
peraturan perundang-undangan bagi masyarakat pesisir dalam menata tambak
budidaya perikanan dengan memanfaatkan kawasan mangrove :
-
UU
No.5 tahun 1990 tentang pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.
-
UU
No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan
-
UU
No.31 tahun 2004 tentang Perikanan
-
UU
No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup
-
UU
No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Komoditas
perikanan yang sesuai untuk budidaya di air payau kawasan mangrove adalah
kepiting bakau (Scylla serrata), ikan bandeng (Chanos chanos),
udang windu (Penaeus monodon), udang vanamei (Penaeus vannamei),
ikan patin (Pangasius pangasius), ikan kakap (Lates calcarifer),
rumput laut. Sedangkan komoditas perikanan yang sesuai untuk budidaya silvofishery
di kawasan mangrove adalah kepiting bakau. Kepiting bakau mempunyai
karakteristik yang sedikit berbeda dengan komoditas lainnya karena kemampuannya
untuk bertahan hidup dalam kondisi kurang air. Oleh karena itu membudidayakan
kepiting tidak memerlukan tambak yang luas (Triyanto, dkk., 2012).
Penanaman
mangrove di lokasi tambak dapat dilakukan melalui dua sistem, yakni banjar
harian dan tumpangsari atau wanamina (silvofishery). Pada sistem banjar harian
penanaman dapat dilakukan dengan menggunakan benih atau menggunakan bibit. Lain
lagi dengan sistem wanamina yaitu dengan membuatkan tambak/kolam dan saluran
air untuk budidaya ikan. Secara umum ada 3 pola yang dilakukan dalam sistem
wanamina yaitu : Pola Empat Parit, Empang Parit yang disempurnakan, dan Pola Komplang. Desain gambar sebagai berikut:
Pola Empang Parit |
Pola Empang Parit yang Disempurnakan |
Polang Komplang |
Penataan Lahan 3 Pola Model Silvofishery |
Terima Kasih, Semoga Bemanfaat...Masukan, saran dan keingintahuan dari pembaca bisa email ke: (Enal_Clover06@yahoo.com) atau (wahanalatambaga@gmail.com) Bertempat di Kota Makassar Sulawesi Selatan. Wassalam.